Kamis, 22 Desember 2016

EKONOMI MAKRO ISLAM

A.    Pengertian  Ekonomi  Makro Islam
Dalam membahas perspektif  Ekonomi Islam, ada satu titik awal yang benar-benar harus kita perhatikan, yaitu : ekonomi dalam islam itu sesungguhnya bermuara kepada akidah islam, yang bersumber dari syariatnya. Dan hal ini baru dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain adalah Al-Qur’an al-Karim dan As-Sunnah Nabawiyah yang berbahasa Arab.
 Karena itu, berbagai terminologi dan substansi ekonomi yang sudah ada, haruslah dibentuk dan disesuaikan terlebih dahulu dalam kerangka Islami. Atau dengan kata lain, harus digunakan kata dan kalimat dalam bingkai lughawi. Supaya dapat disadari pentingnya titik permasalahan ini. Karena dengan gemblang, tegas dan jelas mampu member pengertian yang benar tentang istilah kebutuhan, keinginan, dan kelangkaan (al nudrat) dalam upaya memecahkan problematika ekonomi manusia.
Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang hakikat ekonomi Islam, maka ada baiknya diberikan beberapa pengertian tentang ekonomi islam yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi islam.
1.      M. Akram Khan
Islamic economics aims the study of the human falah (well-being) achieved by organizing the resources of the earth on the basic of cooperation and participation. Secara lepas dapat diartikan bahwa ilmu ekonomi makro Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama dan partisipasi.
2.      Muhammad Abdul Manan
Islamic economics is a social science which studies the economics problems  of a people imbued with the values of Islam. Jadi, menurut Manan ilmu ekonomi makro Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
3.      M. Umar Chapra
Islamic economics was defined  as that branch of knowledge which helps realize human well-being through an allocation and distribution of scarce resources that is in conformity with Islamic teaching without unduly curbing individual freedom or creating continued macro economics and ecological imbalances. Jadi, menurut Chapra ekomi makro Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro-ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, kita dapat memunculkan suatu pertanyaan apakah ilmu ekonomi makro islam bersifat positif atau normatif ? Menurut Chapra, ekonomi Islam jangan terjebak oleh pendekatan positif dan normatif. Karena sesungguhnya pendekatan itu saling melengkapi dan bukan saling menafikan.[1]
Sedangkan Manan mengatakan bahwa, ilmu ekonomi makro Islam adalah ilmu ekonomi positif dan normatif. Jika ada kecenderungan beberapa ekonom yangh sangat mementingkan positivisme dan sama sekali tidak mengajukan pendekatan normatif  atau sebalikya, tentu sangat disayangkan.[2]
B.     Karakteristik Ekonomi Islam
Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari karakteristik ekonomi Islam (Yafie, 2003,27)
1.      Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan penghargaan terhadap prinsiphak milik) dan sosialis (memberikan penghargaan terhadap persamaan dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.
2.      Membantu para ekonom muslim yang telah berkecimpung dalam teori konvensional dalam memahami ekonomi makro Islam.
3.      Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara ekonomi islam dengan ekonomi konvensional.
Sedangkan sumber karakteristik Ekonomi Makro Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah).[3]
C.     Tujuan Ekonomi Syar’iah
Tujuan ekonomi syariah yaitu tercapainya maslahah di dunia dan akhirat.
Beberapa pemikiran tokoh Islam mengenai tujuan dari ekonomi Islam dapat dijabarkan dalam uraian sebagai berikut:
1.       Dr. Muhammad Rawasi Qal’aji dalam bukunya yang berjudul Mabahis Fil Iqtishad Al-Islamiyah menyatakan bahwa tujuan ekonomi Islam pada dasarnya dapat dijabarkan dalam 3 hal, yaitu :
a.       Mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang bersifat fundamental, sebab dengan pertumbuhan ekonomi negara dapat melakukan pembangunan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam rangka menumbuhkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara adalah dengan jalan mendatangkan investasi. Berbicara tentang pembangunan, Islam memiliki konsep pembangunan tersendiri yang di ilhami dari nilai-nilai dalam ajaran Islam. Dalam hal ini konsep pembangunan ekonomi yang ditawarkan oleh Islam adalah konsep pembangunan yang didasarkan pada landasan filosofis yang terdiri atas tauhid, rububiyah, khilafah dan tazkiyah.
b.      Mewujudkan kesejahteraan manusia Terpenuhinya kebutuhan pokok manusia dalam pandangan Islam sama pentingnya dengan kesejahteraan manusia sebagai upaya peningkatan spiritual. Oleh sebab itu, konsep kesejahteraan dalam Islam bukan hanya berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan material-duniawi, melainkan juga berorientasi pada terpenuhinya kesejahteraan spiritual-ukhrowi.
2.       Menurut Umer Chapra, keselarasan kesejahteraan individu dan kesejahteran masyarakat yang senantisa  menjadi tolak ukur  ekonomi Islam dapat terealisasi jika2  hal pokok terjamin keberadaannya dalam kehidupan setiap manusia. 2 hal pokok tersebut antara lain :
a.       Pelaksanaan nilai-nilai spiritual Islam secara keseluruhan untuk individu maupun masyarakat.
b.      Pemenuhan kebutuhan pokok material manusia dengan cukup.
Bagi Islam, kesejahteraan manusia hanya akan dapat terwujud manakala sendi-sendi kehidupan ditegakkan di atas nilai-nilai keadilanMewujudkan sistem distribusi kekayaan yang adil Dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang sudah menjadi ketentuan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan dan kecakapan yang berbeda-beda. Namun demikian perbedaan tersebut tidaklah dibenarkan menjadi sebuah alat untuk mengekspliotasi kelompok lain. Dalam hal ini kehadiran ekonomi Islam bertujuan membangun mekanisme distribusi kekayaan yang adil ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, Islam sangat melarang praktek penimbunan (ikhtikar) dan monopoli sumber daya alam di sekolompok masyarakat.
Konsep distribusi kekayaan yang ditawarkan oleh ekonomi Islam dalam hal ini antara lain dengan cara :
c.       Menciptakan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.
Keseimbangan ekonomi hanya akan dapat terwujud manakala kekayaan tidak berputar di sekelompok masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan keseimbangan ekonomi, Islam memerintahkan sirkulasi kekayaan haruslah merata tidak boleh hanya berputar di sekelompok kecil masyarakat saja. Kondisi demikian dijelaskan dalam al-Qur’an Surat al-Hasyr ayat 7 :
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٧)فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ 
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Larangan Penimbunan Harta Sistem ekonomi Islam, melarang individu mengumpulkan harta secara berlebihan. Sebab, dengan adanya pengumpulan harta secara berlebihan berakibat pada mandegnya roda perekonomian. Oleh karena itu, penimbunan merupakan prilaku yang dilarang dalam ajaran Islam. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an S. at-Taubah: 34 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ
بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا
(٣٤)  فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ  اللَّهِ سَبِيلِ فِي يُنْفِقُونَهَا
Artinya : “Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, beritakanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih”. (QS. At-Taubah : 34)
Sedangkan dalam rangka mencegah praktek monopolistik, ekonomi Islam menawarkan langkah prioritas yang perlu dilakukan oleh otoritas yang berwenang yang dalam hal ini adalah pemerintah 2 Langkah-langkah tersebut meliputi :
a.       Zakat sebagai mekanisme pendistribusian harta dari golongan kaya kepada golongan miskin.Negara harus mengamati dan mengatur pemerataan distribusi sumber daya alam.Kekayaan masyarakat harus di kelolah negara dalam rangka optimalisasi hasil yang maksimal.
b.      Jasa layanan masyarakat yang menghasilkan keuntungan seperti kereta api, pos dan telegraf, listrik, air dan gas harus dikelola negara dalam rangka untuk menjamin pengelolaan yang efisien dan hasil yang terbaik. Jasa layanan masyarakat yang bersifat non profitables seperti jalan, sumur umum, tempat parkir dan yang lain harus di subsidi negara .
Pertumbuhan Optimum dan Full Employment Menurut IMF dalam laporannya dalam World Economic Outlook, saving in growing world economic, (dalam Chapra, 2002: 311), menyebutkan berpendapat bahwa bahan dasar utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkeseimbangan adalah adanya tingkat tumbuhan ekonomi yang berkeseimbangan adalah adanya tingkat tabungan, investasi, kerja keras dan kesungguhan, kemajuan teknologi dan manajemen kreatif, bersama dengan perilaku social serta kebijakan pemerintah yang mendukung

MICRO SYARIAH ECONOMIC

A. Definisi Ekonomi Mikro Islam
Definisi Ekonomi Mikro tidaklah lagi sebagaimana definisi umum yang biasa kita kenal dalam buku-buku mengenai keduanya. Yaitu ekonomi mikro disebutkan sebagai teori yang menelaah kegiatan ekonomi secara individual dari sudut pandang hubungan antara produksi,konsumsi,harga,permintaan,dan  penawaran. Tidaklah demikian. Sebagaimana sejarah menyebutkan, maka definisi dari ekonomi mikro dan makro dapat kita definisikan dengan definisi yang lebih akurat, yakni sebagai berikut:
Teori ekonomi yang menelaah kegiatan ekonomi antar individu dalam suatu masyarakat, yang apabila teori tersebut dipraktekkan dalam kehidupan nyata pasti akan menimbulkan masalah, yang masalah tersebut tidak akan pernah dapat terselesaikan dengan cara apapun juga.”1
B.  Manfaat dan Batasan Teori Ekonomi Mikro Islam
Seperti halnya science, ilmu ekonomi juga memfokuskan pada explanation dan  prediction dari fenomena yang ada, segala pembahasan yang ditujukan untuk melakukan kegiatan tersebut didasarkan pada teori. Teori dibangun untuk menerangkan dari fenomena yang terjadi dalam suatu waktu dengan menggunakan hukum-hukum dasar dan beberapa asumsi yang harus terpenuhi. Dalam pembentukan teori ekonomi mikro islami, hukum-hukum dasar ekonomi murni tetap digunakan sepanjang hukum dasar tersebut tidak bertentangan dengan hukum syariah.
Teori ekonomi berfungsi untuk memprediksi dampak dari adanya perubahan satu variabel terhadap variabel lainnya.sebagai contoh ,bagaimana teori mikro ekonomi ini daapt menerangkan kepada kita tentang peningkatan dan penurunan output sebagai dampak dari adanya kenaikan dan penurunan pada variabel ekonomi lain,seperti tingkat upah ,inflasi dan jumlah permintaan .[1]
Dengan mengaplikasikan ilmu statistik,dan ekonometrik ,maka teori ini dapat digunakan untuk membuat sebuah model ,yang kemudian digunakan untuk menerangkan dan memprediksi secara terukur.2
C.Mengapa Belajar Mikro Ekonomi Islam?
Setelah mempelajari mikro ekonomi islam,kita akan mendapatkan keyakinan yang kuat tentang teori ekonomi mikro islam yang relevan dan dapat diterapkan dalam dunia nyata .Salah satu tujuan kita adalah bagaimana penerapan atau menerapkan prinsip-prinsip ekonomi mikro islam dalam pengambilan keputusan agar mendapat solusi terbaik ,yaitu solusi yang akan menguntungkan kita dan kita tidak menzalimi orang lain.3
D.Kontribusi Ekonom Muslim Klasik
Sejarah membuktikan bahwa para pemikir Muslim merupakan penemu, peletak dasar, dan pengembangan dalam berbagai bidang-bidang ilmu. Nama-nama pemikir bertebaran di sana-sini menghiasi arena ilmu-ilmu pengetahuan. Baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial.
Para pemikir klasik Muslim tidak terjebak untuk mengotak-ngotakkan berbagai macam ilmu tersebut seperti yang dilakukan oleh para pemikir saat ini.ilmu-ilmu itu walaupun sepintas terlihat berbeda-beda dan bermacam-macam jenisnya, namun pada hakikatnya berasal dari sumber yang satu, yaitu dari Yang Maha Mengetahui seluruh ilmu, Yang Maha Benar, Allah swt. Ibn Sina (980-1037 M), sebagai contoh, selain terkenal sebagai ahli kedokteran, juga adalah ahli filsafat. Bahkan ia juga mendalami psikologi dan musik. Al-Ghazali (450H/1058M-505H/1111M), selain banyak membahas maslah-masalah fiqih (hukum),
 ilmu kalam (teologi), dan tasawuf, beliau juga banyak membahas filsafat, pendidikan, psikologi, ekonomi, dam pemerintahan. Ibn Khaldun (1332-1404 M) selain banyak membahas masalah sejarah, juga banyak menyingggung masalah sosiologi, antropologi, budaya, ekonomi, geografi, pemerintahan, pembangunan, peradaban, filsafat, epistemologi, psikologi, dan juga futurologi.
Sayangnya, tradisi pemikiran tidak berlanjut sampai sekarang karena mundurnya peradaban umat Muslim hampir disegala bidang. Ditengah-tengah keaadaan seperti ini, terjadilah proses kehilangan fakta-fakta sejarah, baik disengaja maupun tidak. Andil pemikir-pemikir Muslim dalam ilmu-ilmu pengetahuan tertutupi, sehingga bila kita membaca buku-buku sejarah ilmu pengetahuan, maka kebanyakan menyatakan bahwa sejak zaman filosofi-filosofi Yunani yang masyhur (socrates, plato, aristoteles, dll) beberapa abad sebelum masehi, terjadi kekosongan perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini dialami oleh semua ilmu, tidak terkecuali ilmu ekonomi.
Josept schumpeter, misalnya dalam buku magnum opus-nya menyatakan adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal dark ages. Mara kegelapan barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat Muslim, suatu hal yang berusah ditutup-tututpi oleh barat karena pemikiran ekonomi Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri para ekonom barat.
Adapun proses pencurian terjadi dalam berbagai bentuk. Pada abad ke-11 dan ke-12, sejumlah pemikir barat (constantine the african, Adelard of Barh) melakukan perjalanan ketimur tengah. Contohnya, Leonardo Fibonacci belajar di Bougie, Aljazair pada abad ke-12. Ia juga belajar aritmatika dam matematika Al-Khawarizmi (780-850 M) dan sekembalinya dari sana ia menulis buku Liber Abaci pada 1202.
Beberapa pemikiran ekonomi Muslim yang dicuri tanpa pernah disebut sumber kutipannya antara lain :
1.      Teori Pareto Optinum diambil dari kitab Nahjul Balaghah Imam Ali.
2.       Bar Hebraeus, pendeta Syriac Jocobite Church, menyalin beberapa bab Ihya Ulumuddin Al Ghazali.
3.        Gresham-law dan Oresme Treatise dari kitab Ibn Taimiya
4.        Pendeta Gereja Spayol Ordo Dominican Raymond Martini menyalin banyak bab dari Tahafut Al-Falasifa, Maqasit al-Falasifa, al-Munqid, Misyat al-Anwar, dan Ihya-nya Al-Ghazali.
5.       St. Thomas menyalin banyak bab dari Al-Farabi (St Thomas yang belajar di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Ghazali dari Bar Hebraeus dan Martini)
6.        Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith (1776 M), dengan bukunya The Wealth of Nations diduga banyak mendapat inspirasi dari buku al-Amwal Abu Ubyd (838 M) yang dalam bahasa inggrisnya adalah persis judul bukunya Adam Smith The Wealth.
Dengan demikian, pemikir-pemikir ekonomi Muslim telah mengidentifikasi banyak konsep, variabel, dan teori-teori ekonomi yang masih relevan hingga kini.oleh karena itu, para pemikir Islami sebenarnya telah menberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan ekonomi modern. Sikap umat islam terhadap ilmu-ilmu barat, termasuk ilmu ekonomi versi “konvensional”, adalah la tukadzibuhu jamii’a wala tushahhihuhu jami’a (jangan menolak semuanya, dan jangan pula menerima semuanya). Maka ekonom Muslim tidak perlu terkesima dengan teori-teori ekonomi Barat. Ekonomi Muslim perlu mempunyai akses terhadap kitab-kitab klasik islami. Di lain pihak, Fuqaha islami perlu juga mempelajari teori-teori ekonomi modern agar dapat menerjemahkan kondisi ekonomi modern dalam bahasa kitab klasik islami.[3]E. Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam
Pada dataran teoritis, ada beberapa pokok bahasan ilmu mikro ekonomi yang telah menjadi kajian dari sudut pandang ilmu ekonomi Islam, diantaranya adalah:
1.      Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami
a)      Perluasan konsep Rasionalitas melalui persyaratan transitivitas dan pengaruh infak (sedekah) terhadap utilitas.
b)       Perluasan spektrum utilitas oleh nilai Islam tentang halal dan haram.
c)      Pelonggaran persyaratan kontinuitas, misal permintaan barang haram ketika keadaan darurat.
d)     Perluasan horison waktu (kebalikan konsep time value of money)
2.      Teori Permintaan Islami
a.       Peningkatan Utilitas antara barang halal dan haram.
b.        Corner Solution untuk pilihan halal-haram.
c.       Permintaan barang haram dalam keadaan darurat (tidak optimal)
3.      Teori Produksi Islami.
§  Perbandingan pengaruh sistem bunga dan bagi hasil terhadap biaya produksi.
§  pendapatan, dan efisiensi produksi.
4.      Teori Penawaran Islami.
§  Perbandingan pengaruh pajak penjualan dan zakat perniagaan terhadap surplus produsen.
§   Internalisasi Biaya Eksternal.
§  Penerapan Biaya Kompensasi, batas ukuran, atau daur ulang.
§   
5.      Mekanisme Pasar Islami
·         Mekanisme pasar menurut Abu Yusuf, al-Ghazaly, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun.
·         Mekanisme pasar Islami dan intervensi harga Islami.Intervensi harga yang adil dan zalim.
6.      Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan.
·         Infak dan maksimalisasi utilitas
·          Superioritas sistem ekonomi Islam
Diskursus ilmu mikro ekonomi ini masih memiliki kekurangan mendasar karena seringkali diadopsi dari model yang dipergunakan dalam ekonomi konvensional sehingga tidak selalu sesuai dengan asumsi paradigmatiknya. Lebih-lebih lagi, pengujian empiris terhadap model-model ini tidak mungkin dilakukan sekarang karena tidak adanya sebuah perekonomian yang benar-benar islami atau yang mendekatinya, dan juga tidak tersedianya data yang diperlukan untuk pengujian tersebut. Sangat sedikit kajian yang memperlihatkan bagaimana aktivitas perekonomian muslim beroperasi pada zaman dahulu. Bahkan kajian empiris terhadap masyarakat muslim modern di negara-negara muslim maupun nonmuslim dari perspektif Islam juga amat jarang.
Namun demikian, ini tidak berarti mengurangi minat dan semangat kita mengembangkan ilmu Ekonomi Islam. Kerangka hipotesis yang telah terintis dapat berfungsi sebagai tujuan yang berguna dalam menyediakan bangunan teoritis bagi ilmu Ekonomi Islam dan mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan suatu perekonomian islam, ketika kelak hal itu telah dipraktekkan di suatu negara. Hanya dengan mengembangkan mikroekonomi yang sesuai dengan paradigma Islamlah yang akan meneguhkan identitas unik Ekonomi Islam. Oleh karena itu, “Konstruksi teori mikroekonomi di bawah batasan-batasan Islam merupakan tugas yang paling menantang di depan ilmu Ekonomi Islam”

Selasa, 08 November 2016

Mengenal Bank Syariah

Berkembangnya pemikiran, diskusi serta pengkajian tentang Ekonomi Islam, telah berpengaruh besar terhadap pertumbuhan sistem bisnis berdasarkan Syariah pada umumnya dan Bank Syariah pada khususnya. Keberadaan Bank Syariah ini telah banyak di ujicobakan dibeberapa Negara seperti Irak, Pakistan, Kuwait, Sudan dan Malaysia sehingga berpengaruh ke Indonesia.
Agar diketahui betapa pentingnya Bank Syariah secara utuh dan benar, maka pada pembahasan ini akan dibahas tentang; Urgensi Bank Syariah, Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah serta jenis usaha Bank Syariah.
URGENSI BANK SYARIAH
Bank Syariah merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk menegakkan aturan-aturan Ekonomi Islami. Sebagai bagian dari Sistem Ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan SISTEM SOSIAL. Oleh karenanya, keberadaanya harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku  dalam masyarakat yang bersangkutan.
Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa ILMU EKONOMI adalah ilmu yang NETRAL NILAI. Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu yang SYARAT ORIENTASI NILAI. Dalam pembahasan ini akan dicoba untuk dikaji beberapa persoalan bisnis yang jauh dari implikasi riba. Banyak aspek bisnis yang harus dipertimbangkan dalam kaitan dengan pelaksanaan akuntansi. Oleh karena itu, aktifitas bisnis yang dikembangkan oleh kaum muslim harus diacukan pada aturan dan hukum Syara.
Bisnis secara Syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang berhubungan dengan seperti masalah Alkohol, Pornografi, Perjudian, dan aktivitas lainnya yang menutut pandangan Islam tidak bermoral dan anti sosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukan untuk memberi sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara Syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari aspek kecurangan.
Bisnis secara Syariah adalah aktivitas bisnis yang syarat dan berorientasi pada nilai. Dengan demikian pelaporan atas aktivitas dan hasilnya harus dilaporkan/dilakukan berdasarkan Prinsip-prinsip Syariah. Untuk mencapai tegaknya sasaran pokok tersebut maka perlu adanya penyiapan sistem akutansi untuk praktek bisnis berdasarkan Syariah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan para pelaku akutansi di lembaga bisnis berdasarkan Syar’i, khususnya berkaitan dengan bagaimana menghitung keuntungan dan kerugian dari transaksi yang dilakukan.
Bisnis berdasarkan Syariah di Negara Indonesia sudah mulai tumbuh. Pertumbuhan itu nampak jelas dari sektor keuangan. Dimana kita telah mencatat 11 Bank Umum Syariah, 144 BPR Syariah dan lebih dari 2000 unit Baitulmal Wa Tamwil. Lembaga ini telah mengelolah berjuta bahkan miliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan Prinsip Syariah. Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan Prinsip-prinsip- Syariah. Prinsip ini sangat berdeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan konvensional. Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:
  1. Lalarang menerapkan BUNGA pada semua bentuk dan jenis transaksi.
  2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang HALAH.
  3. Mengeluarkan ZAKAT dari hasil kegiatannya.
  4. Larangan menjalankan MONOPOLI dan,
  5. Bekerjasama dalam Membangun Masyarakat melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
KLASIFIKASI BANK SYARIAH
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah, Demokrasi Ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Dalam menjalankan aktifitasnya maka :
  1. Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah(UUS) wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
  2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga Baitul Mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkan kepada organisasi pengelola zakat.
  3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
  4. Pelaksanaan fungsi sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PRINSIP-PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK SYARIAH
Dari hasil musyawarah (Ijma Internasional) para ahli ekonomi muslim beserta para ahli fiqih dari Akademi Fiqih Mekah pada tahun 1973 dapat disimpulkan bahwa konsep dasar hubungan ekonommi berdasarkan Syariah Islam dalam sistem ekonomi Islam ternyata dapat diterapkan dalam operasional lembaga keuangan Bank maupun lembaga keuangan selain Bank. Penerapan atas konsep tersebut terwujud dengan munculnya lembaga keuangan Islam di negeri ini.
Sejak diundangkanya pada lembaran Negara, undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan bagi hasil, yang direvisi dengan UU No. 10 tahun 1998 dan diperbaharui lagi dengan UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah dan lembaga keuangan Non-Bank secara kuantitatif tumbuh dengan pesat.
Pertumbuhan yang pesat secara kuantutatif tanpa diikuti dengan peningkatan kualitas ternyata telah menimbulkan dampak negative yang tidak kecil. Disana-sini ada saja keluahan pelayanan yang tidak memuaskan dari lembaga keuangan Syariah, bahkan sudah mulai banyak Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang menghadapi kesulitan. Menghadapi kenyataan ini ada sebagian umat Islam yang mulai goyah keyakinannya akan kebenaran konsep lembaga keuangan syariah. Namun tidak sedikit umat Islam yang tetap konsisten mempercayai sistem perekonomian Islam melalui lembaga Keuangan Syariah.
Mengelola lembaga keuangan Syariah memang tidak boleh disamakan dengan mengelola keuangan di lembaga keuangan konvensional. Oleh karena itu sangatlah sulit bagi masyarakat perbankan yang sudah terbiasa melayani dan menggunakan sistem keuangan konvensional. Cara untuk melepas kebiasan tersebut adalah memahami secara utuh tentang sistem keuangan Syariah, secara prinsip dan keuntungannya bagi masyarakat serta mengerti akan sisi negatif sistem bunga dan bentuk transaksi keuangan konvensional lainnya yang merugikan masyarakat.
Bank Syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk membina kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagai hasil usaha antara pemilik dana (Shahibbul Mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, selaku lembaga pengelola dana ( Mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.
Pada sisi pengerahan dana masyarakat, pemilik dana berhak atas bagi hasil dari usaha lembaga keuangan sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama. Bagi hasil yang diterima pemilik dana akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan usaha lembaga keuangan dalam mengelola dana yang dipercayakan kepadanya. Tidak ada biaya yang perlu digeserkan karena bagi hasil bukan konsep biaya.
Bank Syariah selaku Mudharib harus berhati-hati dalam mengelola dana agar memperoleh penghasilan yang maksimal. Dalam mengelola dana ini sebenarnya Bank Syariah ada 5 jenis pendapatan, yaitu:
  1. Pendapatan bagi hasil.
  2. Margin keuntungan.
  3. Imbalan jasa pelayanan.
  4. Sewa tempat penyimpanan harta (khusus pada Bank yang telah memenuhi syarat).
  5. Biaya administrasi.
Pada pendapatan bagi hasil, besar kecil pendapatan tergantung pada pilihan yang tepat dari jenis usaha yang dibiayai. Memberi porsi bagi hasil yang lebih besar kepada pengelola dana akan memotivasi pengelola dana untuk lebih giat berusaha, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu porsi 50:50 dipandang cukup adil. Lain halnya pada pendapatan Mark-Up pilihan terletak pada apakah ingin sekaligus untung besar per transaksi kecil tetapi dengan volume yang besar karena murah dan laku keras. Pendapatan Bank Islam dapat dioptimalkan dengan mengambil kebijakan keuntungan kecil per transaksi untuk memperbanyak jumlah transaksi yang dibiayai.
Pada penyalur dana kepada masyarakat, sebagian besar pembiayaan Bank Syariah disalurkan dalam bentuk barang/jasa yang diberikan Bank Syariah untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang/jasa telah ada terlebih dahulu. Dengan metode ada barang dulu baru ada uang maka masyarakat terpacu untuk memproduksi barang/jasa atau mengadakan barang/jasa. Selanjutnya barang yang dibeli/diadakan menjadi jaminan (collateral) hutang.
Secara garis besar hubungan ekonomi berdasarkan Syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima (5) dasar akad. Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan Bank Syariah dan lembaga keuangan bukan Bank Syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah: sistem simpanan, bagi hasil, margin keuntungan, sewa dan fee(jasa).
  1. Prinsip Simpanan Murni (Al-Wadi’ah)
AL-WADI’AH merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana lebih untuk menyimpan dananya dalam bentuk Al-Wadi’ah. Fasillitas ini biasanya diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional konsep Al-Wadi’ah identik dengan Giro.
  1. Bagi Hasil (Syirkah)
SYIKAH adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdsarkan prinsip ini adalah Mudharabah dan  Musyarakah. Lebih jauh prinsip Mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan deposito) maupun membiayaan, sedangkan Musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
  1. Prinsip Jual Beli (At-Tijarah)
AT-TIJARAH merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli dimana bank akan memberi terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah beli ditambah keuntungan (margin).
  1. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
AL-IJARAH secara garis besar terbagi kedalam dua jenis; Ijarah, Sewa Murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, Bank dapat membeli dahulu Equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. Dan jenis Ijarah Bai al takjiri atau Ijarah Al Muntahiya Bit Tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa ( financial lease).
  1. Prinsip Fee/Jasa ( Al- Ajr Wal Umullah)
AL- AJR WAL UMULLAH meliputi seluruh layanan no-pembiyaan yang diberikan Bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, kliring, inkaso, jasa transfer. Secara Syariah Prinsip ini didasarkan pada konsep Al Ajr Wal Umullah.

JENIS  DAN KEGIATAN USAHA
Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi;
  1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad Wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
  2. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad Mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
  3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah, akad Musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
  4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad Murabahah, akad Salam, akad, Istishna’ atau akad lainnya yang tidak bertentang dengan Prinsip Syariah.
  5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad Qardh atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
  6. Penyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad Ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
  7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad Hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
  8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
  9. Membeli,menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti akad Ijarah, Musyarakah, Mudharabah, Murabahah, Kafalah, Atau Hawalah.
  10. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.
  11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarapihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah.
  12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan akad ysng berdasarkan Prinsip Syariah.
  13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah.
  14. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan Prinsip Syariah.
  15. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan akad Wakalah.
  16. Memberikan fasilitas Letter Of Kredit atau Bank Garansi berdasarkan Prinsip Syariah, dan
  17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, kegiatan usaha Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh bank konvesional meliputi semua kegiatan usaha yang ada di Bank Umum Syariah TERKECUALI ;
  1. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan akad yang berdasarkan Prinsip Syariah, dan
  2. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan akad Wakalah.
Selain melakukan kegiatan usaha diatas Bank Umum Syariah dapat pula melakukan hal sebagai berikut ;
  1. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah.
  2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
  3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan syarat harus menarik kembali penyertaanya.
  4. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syariah.
  5. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan perundang-undangan dibidang pasar modal.
  6. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
  7. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung memalui pasar uang.
  8. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung memalui pasar modal; dan
  9. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana diatas, Unit Usaha Syariah dapat pula melakukan hal seperti Bank Umum Syariah TERKECUALI ;
  1. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
  2. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syariah, dan
  3. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung memalui pasar modal.
Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang berkaitan dengan kegiatan penghimpunan dana meliputi:
  1. Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad Wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
  2. Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipesamakan dengan itu berdasarkan akad Mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
Sementara kegiatan yang berkaitan dengan penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk:
  1. Membiayaan bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah, atau Musyarakah.
  2. Pembiayaan berdasarkan akad Mudharabah, Salam, atau Istishna’.
  3. Pembiayaan berdasarkan akad Qardh.
  4. Penyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad Ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
  5. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad Hawalah.
Selain kegiatan diatas Bank Pembiayaan Syariah dapat melakukan kegiatan dalam bentuk;
  1. a.      Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad Wadi’ah atau investasi berdasarkan akad Mudharabah.
  2. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, Dan Unit Usaha Syariah.
  3. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.

LARANGAN USAHA ATAU KEGIATAN BAGI BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN BANK PEMBIAYAAN SYARIAH
Larangan bagi Bank Umum Syariah, meliputi;
  1. Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal.
  2. Melakukan penyertaan modal kecuali sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c.
  3. Melakukan kegiatan peransurasian kecuali sebagai agen pemasaran produk Asuransi Syariah, dan
  4. Melakukan segala usaha atau kegiatan yang bertentangan dengan Prinsip Syariah.
Larangan bagi Unit Usaha Syariah, meliputi;
  1. Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal.
  2. Melakukan penyertaan modal kecuali sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) huruf c dan huruf c.
  3. Melakukan kegiatan peransurasian kecuali sebagai agen pemasaran produk Asuransi Syariah, dan
  4. Melakukan segala usaha atau kegiatan yang bertentangan dengan Prinsip Syariah.
Sementara itu, larangan untuk Bank Pembiayaan Syariah meliputi ;
  1. Menerima simpanan berupa Giro ikut serta dalam kegiatan pembayaran.
  2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia.
  3. Melakukan kegiatan peransurasian kecuali sebagai agen pemasaran produk Asuransi Syariah.
  4. Melakukan penyertaan modal kecuali kepada lembaga yang di bentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Syariah.
  5. Melakukanusaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang Undang Nomor 21 tahun 2008.
Kegiatan usaha Bank Syariah atau Produk dan Jasa Syariah wajib tunduk kepada Prinsip Syariah. Prinsip Syariah didasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. Fatwa tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Dalam rangka penyusunan peraturan Bank Indonesia, Bank Indonesia membentuk Komite Perbankan Syariah. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan Keanggotaan, dan Tugas Komite Perbankan Syariah diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
PERLUNYA PENGAWASAN SYARIAH DALAM BANK SYARIAH
Perdedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional salah satu yang terpenting mengenai adanya AKAD. Dengan akad dapat terjadi ikatan, keputusan dan penguatan kesepakatan dan transaksi sehingga masing-masing pihak berkomitmen dengan Nilai-nilai Syariah. Akad juga dapat digunakan untuk;
  1. Menentukan transaksi yang akan digunakan antara pihak bank dengan calon nasabah.
  2. Menentukan keterkaitan akad dengan produk, sebab dalam Bank Syariah setiap produk berjalan sesuai dengan akad yang disepakati.
Oleh karena itu, ketentuan Fiqih yang dibuat dan difatwakan oleh lembaga yang kompeten, yaitu Dewan Nasional Sayriah-Majelis Ulama Indonesia. Dengan berkembang pesatnya sistem keuangan syariah maka sudah menjadi kewajiban bagi Dewan Pengawas Syariah (DPS) disetiap masing-masing Bank Syariah. Sedangkan hubungan antara DPS dengan DSN adalah DPS bertugas sebagai perpanjangan tangan dari DSN dalam pelaksanaan syariah atas produk yang telah dikembangkan oleh Bank Syariah.
Adanya DPS yang diwajibkan disetiap Bank Syariah dalam struktur organisasi, dimaksudkan untuk menjaga agar Bank Syariah dapat berjalan sesuai dengan jalur syariah yang benar. Prinsip-prinsip Syariah merupakan ciri khas dalam Bank Syariah. Jika dibandingkan dengan Bank Konvensional. Perbedaan bunga dan bagi hasil hanyalah bagian kecil dari sekian banyak perbedaan yang ada antara Bank Syariah dan Bank Konvensional.